Rabu, 07 Mei 2008

Mulutmu, Harimaumu

Suatu sore, ada tamu datang ke kost temanku. Seorang laki-laki dengan penampilan bersahaja. Karena temanku sedang tidak ada di tempat, dia menitipkan sesuatu pada teman sekost temanku. Sebuah kotak kardus berisi roti. Tamu itu langsung berpamitan.
Ketika temanku pulang, mereka menyantap roti itu sambil nonton televisi. Saat itu di televisi sedang menampilkan wawancara dengan seorang tokoh penting di negara ini.
Sambil mengunyah roti, temannya temanku berujar, ”Aih... aku benci sekali dengan orang itu. Sok pinter, sok paling bener. Coba aku ketemu dengan dia atau keluarganya di jalan, aku akan omelin habis-habisan!”
Temanku tersenyum-senyum mendengarnya. ”Kamu tidak suka dengan dia, tapi kamu makan roti dari dia banyak sekali.”
”Apa maksudmu?” tanyanya tidak mengerti.
”Iya, roti yang kamu makan itu dari dia.”
”Ah, bagaimana bisa?” dia makin tidak mengerti.
”Kamu tahu, laki-laki yang tadi mengantarkan roti itu adalah anak Bapak A yang tidak kamu sukai itu. Dia kan teman seangkatanku di kampus. Kami satu jurusan dan sering duduk sebangku,” jelas temanku panjang lebar dengan agak geli.
”Oh... begitu? Ah, kenapa kamu tidak beritahu aku?” sesalnya
”Memangnya, kalau kamu tahu kenapa? Mau kamu omelin?”
Temannya mulai salah tingkah. ”Ah... tidak. Aku akan ajak dia untuk diskusi bersama.”
Sementara itu, dia tetap mengunyah roti di mulutnya. Dan, tak lama kemudian roti di kardus sudah tandas dimakan olehnya.