Kamis, 14 Februari 2008

Wow! Zuper! Zuper! Baguuuuuuusssss......!

Salah satu direktur kami adalah wanita muda, cantik, cerdas, berambut pirang, tinggi besar, cekatan, berkebangsaan Canada, dan belum bisa berbahasa Indonesia. Orangnya sangat ekspresif. Dia selalu memberikan pujian pada orang-orang di sekelilingnya yang melakukan pekerjaan dengan baik.
Suatu ketika, sebelum pergi ke Aceh dia minta tolong pada Mbak Sulis, sekretarisnya, supaya memasang whiteboard di ruangannya. Sepulang dari Aceh, whiteboard tersebut sudah terpasang dengan manis di ruangannya. Wah, dia tampak gembira sekali. Dengan ceria dia memuji Mbak Sulis, “Wow! Zuper! Zuper! I like it! Thank you!”
Mbak Sulis cengar cengir, lalu berbisik kepadaku, “Biasa aja kaleee….”
Dia juga memuji Mbak Sulis atas pilihan menu makan siang yang disediakan dalam Operations meeting. ”Delicious! Good choice!”
Begitulah Bos kami. Dia tidak pelit melontarkan pujian. Dan itu membuat kami tambah semangat.
Temanku yang bekerja di kantor kami di Aceh juga bercerita bahwa Program Officer (PO) kami yang orang Canada juga tidak pelit memuji. Ketika dia mengenakan kemeja hijau, PO kami itu memuji, ”Wah, bajumu bagus. Warnanya bagus!” Dalam hati, temanku berkata, ”Masa sih? Perasaan, biasa aja.”
Dia juga selalu mengapresiasi hasil kerja teman-teman. Dia akan berkomentar ”Good” atau ”Excellent”.
Lalu, dia mencoba belajar mengungkapkannya dalam bahasa Indonesia. Dia bertanya kepada temanku, ”Kalau saya mau bilang ’good’ dalam bahasa Indonesia apa?”
”Bagus,” jawab temanku.
”Kalau ’excellent’?”
”Bagus,” jawab temanku lagi.
Dia bingung. ”Bagaimana bisa semua diucapkan bagus? Dua kata itu kan artinya berbeda? Kalau begitu saya akan buat peraturan sendiri. Kalau saya mengucapakan ’bagus’ itu artinya ’good’. Kalau saya mengucapkan ’baguuuuuuusssss’ itu artinya ’excellent’”
Sejak itu, ucapan ’baguuuuuuusssss’ segera menjadi sangat populer di kantor Aceh.
Wah, jadi malu nih. Bule-bule itu begitu royal memberikan pujian, sementara rasanya kok jarang ya sesama orang Indonesia saling memberi pujian. Sepertinya, kita juga harus mulai belajar memuji. Memuji itu tidak memerlukan tenaga besar, tapi dampaknya bisa luar biasa.
Seingatku, orang yang juga tidak pelit memberi pujian adalah Pak Tino Sidin. Beliau selalu bilang ”Bagus” untuk setiap karya kiriman dari anak-anak. Acara tersebut memang menjadi acara favoritku. Dan aku masih ingat ketika dalam salah satu tayangannya, beliau bercerita bahwa ada orang-orang yang protes kenapa semua karya tersebut selalu dibilang ’bagus’. Kata Pak Tino Sidin, beliau selalu bilang ’bagus’ karena ada maknanya, yaitu: Berkaryalah Anak-anak Gambar menggambar Untuk Seni. Kalau disingkat menjadi B-A-G-U-S alias bagus.
Hmmm…, begitulah cara Pak Tino Sidin memotivasi anak-anak. Aku juga belajar memotivasi tetanggaku yang berumur empat tahun. Namanya Ale. Kalau main ke rumahku, dia suka sekali menggambar. Waktu itu dia bilang akan menggambar kucing. Setelah selesai menggambar, dia memamerkan kepadaku.
“Kok kucingnya belum punya kumis, ya?” komentarku.
“Oh iya. Lupa. Nah, ini kumisnya,” katanya sambil memperbaiki gambarnya.
Kulihat, kumis itu berupa garis lurus yang diletakkan di antara hidung dan mulut kucing. Mirip kumis si Opa.
Aku terbahak. “Wah, gambar Ale baguuuuuuusssss!”

Tidak ada komentar: