Kamis, 14 Februari 2008

Nenekku menyensor KOMPAS

Nenekku-aku memanggil beliau dengan sebutan Budhe- sudah berusia 84 tahun. Tapi jangan salah, beliau masih segar bugar dan tidak pikun. Rahasianya, beliau selalu rajin ikut senam pagi manula di Alun-alun Selatan, memanfaatkan ramuan-ramuan alami tradisional, dan rajin membaca. Kalau beliau tidak bisa berangkat senam karena sedang tidak enak badan, beliau bersenam ria sambil tiduran. Kakakku yang tidur di ranjang Budhe untuk menemani, pagi-pagi sekali terbangun karena merasa ranjang bergetar. Eh, ternyata Budhe sedang menggerak-gerakkan tangannya meniru gerakan senam jantung sehat. Untuk urusan kecantikan, Budhe juga masih mengandalkan ramuan tradisional. Contohnya keramas. Budhe menggunakan merang padi yang dibakar, direndam air, dan didiamkan semalam. Aku senang mendengar suara ”cesss...” ketika merang yang masih bernyala itu dimasukkan ke dalam air. Setelah keramas, Budhe menggunakan pengering rambut tradisional berupa tungku tanah liat kecil yang diberi bara api dari arang dan ditaburi ratus (semacam kemenyan yang wangi). Sarapan pagi Budhe selain bubur beras adalah harian KOMPAS. Di rumah kami, Budhelah yang pertama kali membaca KOMPAS. Yang lain akan membaca setelah pulang dari bekerja. Kalau ada halaman KOMPAS yang hilang, pasti beliau tahu. ”Mana ini ya lembaran bisnis-nya?” Padahal, aku saja tidak hapal. Hehehe...
Suatu ketika, kami agak heboh. Ketika membaca KOMPAS, di halaman depan yang memberitakan bayi kembar siam pada bagian fotonya ditutup dengan kertas putih. Foto tersebut jadi tidak kelihatan sama sekali. Kalaupun kertas putih penutupnya dilepas, gambarnya pasti sobek karena lemnya sangat kuat.
Adikku semula menduga, kami diberi koran bekas oleh loper koran kami. Tapi setelah dilihat tanggalnya, benar kok ini koran baru. Lalu, kenapa ada tempelan kertas begitu? Siapa yang iseng melakukannya dan untuk apa? Selidik punya selidik, ternyata Budhe-lah pelakunya. Beliau sengaja menutup gambar itu supaya kakakku yang sedang hamil sebulan tidak melihatnya. Katanya, Budhe takut kalau nanti kakakku jadi kepikiran dan anak yang dikandungnya jadi kebar siam.
Wah...wah... ternyata menurut Budhe, KOMPAS perlu disensor terlebih dulu supaya layak dibaca oleh anggota keluarga kami.

Tidak ada komentar: